KISAH SYEKH JANGKUNG 1 - SARIDIN ANDUM WARIS *)



Saridin tinggal bersama istri dan anaknya yang masih bayi diberi nama Momok. Keluarga Saridin hidup dalam kemiskinan karena Saridin tidak memiliki pekerjaan tetap. Suatu hari Saridin mengutarakan niat kepada istrinya akan meminta bagian atas kebun durian yang dikelola kakak perempuan Saridin yang bernama Sarini bersama suaminya, Branjung. Keinginan Saridin cukup beralasan karena kebun durian yang dikelola kakaknya merupakan peninggalan dari orangtua Saridin. Keinginan dari Saridin tersebut didukung oleh istrinya.
Pada suatu hari Saridin berkunjung ke rumah kakaknya. Saat tiba di rumah kakaknya, Saridin disambut hangat oleh Sarini. Saridin disuguhi sepiring roti dan segelas teh. Belum sempat Saridin meikmati suguhan dari kakaknya, datang Branjung, suami dari Sarini. Serta merta Branjung mengambil suguhan yang diberikan kepada Saridin kemudian masuk ke dalam rumah. Sesaat kemudian Branjung keluar membawa sepiring singkong dan segelas air putih. Sarini tidak menyukai kelakuan suaminya, namun dengan sombong Branjung memberikan alasan jika suguhan itu berbahaya bagi Saridin. Jika Saridin memakan suguhan tersebut dan menikmatinya, Branjung khawatir Saridin ingin makan lagi, sedangkan Saridin orang miskin yang tentu tidak mampu membeli makanan seperti itu. Jadi lebih baik Saridin disuguhi makanan dan minuman yang biasa dinikmatinya, yaitu singkong dan air putih. Sarini yang kesal meninggalkan Saridin bersama Branjung.
Setelah Sarini pergi, tanpa basa-basi Branjung mengatakan kedatangan Saridin tentu untuk meminjam uang. Branjung mengatakannya disertai kesombongan yang memamerkan harta kekayaannya. Setelah mendengarkan Branjung yang mengumbar kesombongan, Saridin mulai mengutarakan niatnya untuk meminta bagian atas kebun durian peninggalan orangtuanya untuk dipergunakan menghidupi istri dan anaknya. Branjung menerima permintaan dari Saridin dengan syarat, buah durian dibagi 2 menurut waktu jatuh buah durian. Jika buah durian jatuh di waktu malam hari, durian menjadi milik Saridin, dan sebaliknya jika buah durian jatuh pada waktu siang hari menjadi milik dari Branjung. Mendengar syarat Branjung, Saridin dapat menerimanya, namun dia khawatir jika Branjung ingkar janji dan berbuat curang. Karena itu Saridin meminta Branjung sumpah dihadapan Saridin. Branjung kemudian mengucap sumpah di depan Saridin jika dia akan mati jika melanggar kesepakatan dan berbuat curang. Setelah mendapatkan yang diiginkan Saridin berpamitan pulang.
Sepeninggal Saridin, Branjung berfikir untuk mencurangi Saridin, karena dia takut jika Saridin dapat memperoleh durian, maka Saridin menjadi kaya dan menjadi saingan bagi Branjung. Branjung kemudian mengatur siasat agar durian yang diperoleh Saridin melalui perjanjian tersebut bisa menjadi miliknya.


******
Setelah sampai di rumah Saridin mengatakan jika usahanya berhasil. Dan sekaligus berpamitan untuk ke kebun durian memungut buah durian, mengingat hari sudah petang, dan sesuai dengan perjanjian, yang menjadi miliknya adalah buah durian yang jatuh malam hari. Saridin kemudian berangkat ke kebun durian membawa sebatang bambu yang diruncingkan ujungnya.
Setiba di kebun durian, Saridin mendengar suara buah durian jatuh, tetapi anehnya, saat didatangi tidak ada satu pun buah durian yang tampak. Setelah berulang beberapa kali, Saridin melihat sekelebat bayangan dalam gelap malam. Keika diamati dari kejauhan tampak seekor harimau sedang mengambil durian. Merasa geram, Saridin mengendap mendekati harimau tersebut, kemudian menusukkan batang bambu runcing yang dibawanya hingga harimau tersungkur dalam posisi tengkurap, namun aneh, bukan auman harimau yang terdengar melainkan teriakan orang kesakitan. Saridin kaget, dia mendekati bangkai harimau yang ditusuk dengan bambunya, ternyata setelah diamati makhluk tersebut bukan harimau sungguhan, juga bukan harimau jadi-jadian, melainkan manusia yang memakai penutup tubuh berupa kulit harimau. Saridin lebih terkejut lagi setelah membuka penutup tubuhnya ternyata orang yang memakai kulit harimau adalah Branjung, kakak iparnya.  Melihat hal itu, Saridin segera lari bersembunyi.
Beberapa saat kemudian datang Sarini, kakak Saridin yang tak lain istri dari Branjung. Melihat suaminya meninggal, Sarini berteriak minta tolong. Datang petugas ronda bersama lurah. Melihat Branjung tewas terbunuh, petugas ronda dan lurah curiga Saridin yang melakukan pembunuhan, mengingat petugas ronda bertemu dengan Saridin yang juga berada di kebun durian. Untuk membuktikannya, Saridin dipanggil untuk datang ke tempat kejadian.
Setelah Saridin datang, Lurah menunjuk ke jasad Branjung yang tertutup kulit harimau. Saat ditanya Saridin mengatakan jika itu jasad harimau, dan mengaku telah membunuh harimau tersebut. Lurah kemudian membuka kulit harimau, dan kembali bertanya. Namun Saridin menolak mengakui telah membunuh Branjung, kakak iparnya. Lurah menutup kembali tubuh Branjung dengan kulit harimau, dan Saridin mengakui telah membunuh harimau. Hal itu terjadi berulang-ulang dan jawaban Saridin selalu sama. Merasa kehabisan akal, Lurah melaporkan hal tersebut sekaligus membawa Saridin kepada Bupati Pati.
Di hadapan Bupati Pati yang menanyakan hal sama, Saridin memberi jawaban yang sama pula. Saridin merasa membunuh harimau yan hendak mencuri durian milikya namun dia menolak dituduh telah membunuh Branjung, kakak iparnya.
Akhirnya Bupati Pati berusaha mengikuti jalan pikiran Saridin. Bupati Pati beranggapan Saridin adalah orang yang lugu dan bodoh. Bupati Pati mencari akal untuk dapat memenjarakan Saridin namun menggunakan strategi permainan kata dan kiasan.
Bupati Pati mengatakan jika harimau tersebut memang bersalah telah mencuri durian milik Saridin. Karena itu perlu dihukum. mengingat harimau itu sudah mati, maka hukuman yang diberikan pada harimau adalah dikubur. Sedangkan Saridin adalah orang yang benar, sehingga layak diberi hadiah. Bupati Pati mengatakan jika Saridin akan diberi hadiah berupa OMAH LOJI RUJI WESI, MANGAN DIWENEHI, NGOMBE DITERI (rumah gedongan berpagar besi, makan dan minum dilayani), yang merupakan kiasan dari penjara. Saridin bertanya, jika dia harus tinggal di tempat tersebut sendiri, sedangkan dia memiliki anak dan istri. Bila merasa rindu dengan keluarganya apakah diperbolehkan untuk pulang. Bupati menjawab dengan ringan. Saridin boleh pulang asal mampu. Akhirnya Saridin berhasil dimasukkan ke dalam penjara.


******
Di dalam penjara Saridin merasa rindu dengan keluarganya, karena itu dia berniat untuk pulang menjenguk istri dan anaknya. Karena Saridin orang yang dekat dengan Sang Pencipta, maka dengan do’anya pintu penjara dapat terbuka dengan sendiri tanpa merusaknya. Saridin dengan mudah dapat keluar dan pergi dari penjara menuju rumahnya dengan berjalan santai.

Di rumah Saridin, tampak istrinya sedang dirayu oleh lurah yang ingin memperistrinya. Dengan berbagai cara lurah merayu bahkan dengan iming-iming akan diberi harta benda melimpah. Namun istri Saridin setia kepada suaminya, dia menolak keinginan dari lurah. Karena marah, lurah berusaha memaksa istri Saridin sehingga istri Saridin berteriak minta tolong dengan ketakutan. Tanpa diduga Saridin keluar dari dalam rumah dan mengusir lurah dari rumahnya. Istrinya yang ketakutan berusaha menjelaskan permasalahan yang sedang terjadi, namun Saridin dengan tenang menjawab jika dia sudah tahu permasalahannya, dan istrinya tidak bersalah.
Setelah melepaskan rindu kepada keluarganya, Saridin pamit untuk kembali ke dalam penjara.
Sementara itu di pendopo Kabupaten lurah datang dan marah. Merasa jika bupati dan prajuritnya telah lengah dalam menjaga sehingga Saridin dapat kabur dari penjara. Bupati mengatakan jika Saridin masih di dalam penjara. Untuk membuktikannya, bupati memanggil nama Saridin, dan terdengar jawaban dari dalam penjara yang membuktikan jika Saridin masih di dalam penjara. Merasa yakin jika Saridin telah kabur dari penjara, lurah meminta Saridin didatangkan ke pendopo Kabupaten. Bupati pati memenuhi permintaan lurah. Setelah Saridin datang Bupati menanyakan tentang kebenaran jika Saridin telah “lari” dari penjara. Dengan lugu Saridin menjawab jika dia tidak lari, melainkan jalan kaki dengan santai. Pertanyaan itu diulang beberapa kali oleh Bupati, dan jawaban Saridin tetap sama. Akhirnya Bupati mengatakan, jika kabur dari penjara itu sama halnya disebut dengan “lari”. Saridin menyangkal dia kabur, karena merasa sudah mendapat ijin saat keluar dari penjara. Menurut Saridin, Bupati sendiri yang memberi ijin. Sebelum memasukkan ke dalam penjara, Bupati sempat mengatakan jika Saridin boleh pulang jika mampu, dan karena mampu, maka Saridin tidak merasa bersalah. Bupati marah mendengar jawaban Saridin karena merasa dibodohi. Bupati memerintahkan agar Saridin untuk dibawa ke alun-alun Kabupaten. Saat Saridin bertanya, Bupati menjawab jika Saridin akan dihukum Granjung, yaitu, akan dimasukkan ke dalam peti, ditutup rapat kemudian ditimbun dengan tanah. Saridin kembali bertanya. Jika para prajurit kurang rapat dalam memasang paku, apakah diperbolehkan membantu memasang paku. Jawaban Bupati sama, boleh asal mampu.
Di alun-alun dan disaksikan banyak orang akhirnya Saridin dimasukkan ke dalam peti, kemudian sejumlah prajurit Kabupaten memasang paku di peti. Namun ajaib tiba-tiba Saridin berada di antara prajurit dan memasang paku, sedangkan dari dalam peti terdengar teriakan seorang prajurit Kabupaten. Bupati yang merasa heran menyaksikan kejadian tersebut memerintahkan prajurit untuk menyiapkan tali gantungan. Tali tersebut akan digunakan untuk menghukum gantung Saridin. Saridin menanyakan cara melakukan hukuman gantung. Bupati menjawab, Saridin berada di dalam ikatan tali gantungan, kemudian prajurit bersama sama menarik tali gantungan. Saridin kembali bertanya, jika tarikan prajurit kurang kuat, apa diperbolehkan untuk membantu. Dan lagi-lagi jawaban Bupati sama. Saridin boleh membantu asalkan mampu.
Di tiang gantungan, keajaiban kembali terjadi. Saat prajurit sibuk menarik tiang gantungan, ternyata Saridin berada diantara mereka ikut menarik tali gantungan sementara itu seorang prajurit lain berteriak minta tolong karena tiba-tiba berada di tiang gantungan menggantikan Saridin. Amarah Bupati tidak  terbendung lagi. Dia memerintahkan prajurit untuk menangkap Saridin.
Saridin lari sambil meraih tali gantungan dan melemparkannya kepada prajurit yang mengejarnya. Tali tersebut kemudian secara ajaib semampir (melilit) tubuh prajurit sehingga tidak mampu mengejar Saridin. Di kemudian hari tempat tersebut diberi nama desa Semampir. Saridin terus berlari karena dikejar oleh prajurit. Di setiap tempat yang disinggahinya Saridin memberi nama tempat tersebut. Antara lain : Ngeluk Pedhut, Kali Kosek, Guyangan, dan Brubusan. Prajurit yang tidak mampu mengejar Saridin akhirnya  kembali ke Kabupaten Pati.
Sementara itu Saridin terus berlari dan sampai di dalam hutan. Di dalam hutan Saridin bersedih dan menangis karena ingat dengan istri dan anaknya yang ditinggalkannya. Di tengah kesedihan, datang Sunan Kalijaga. Saridin diperintahkan Sunan Kalijaga untuk menuju pesisir pantai Parang Tritis. Sesampainya di Parang Tritis Saridin bertemu ibunya, padahal sesungguhnya ibu dari Saridin telah meninggal dunia.
Saat bertemu ibunya tersebut, Saridin menanyakan nama ibunya, kemudian dijawab jika namanya Dewi Samaran. Saat pertemuan tersebut, ibu saridin memberinya wejangan agar menuju tempat bernama Kudus, dimana terdapat sebuah pesantren atau perguruan besar yang diasuh oleh seseorang bernama Sunan Kudus. Saridin diperintahkan untuk masuk ke pesantren dan menjadi murid Sunan Kudus. Saridin selama menjadi murid harus taat dan patuh pada Sunan Kudus.
Di pesantren Sunan Kudus, Saridin diterima sebagai murid. Di tempat tersebut Saridin diberi pelajaran Syahadat juga berbagai ilmu agama dan kesaktian yang bersumber dari do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 Ditempat tersebut Saridin memiliki ilmu yang luar biasa. Saridin mampu mengambil air dengan keranjang yang berlubang, juga kesaktian mampu memasukkan ikan ke dalam kendi dan buah kelapa. Seolah-olah kesaktian Sunan Kudus dikalahkan Saridin. Melihat kemampuan Saridin, murid Sunan Kudus lainnya merasa tidak senang sehingga Saridin diusir dan dilarang menginjakkan kaki di tanah Kudus. Saridin menolak karena ingin mempelajari ilmu sebanyak-banyaknya dari Sunan Kudus. Saridn lari dan bersembunyi di dalam kakus. Namun di dalam kakus ternyata ada istri dari Sunan Kudus. Merasa tidak senang dengan kelakuan Saridin, istri Sunan Kudus mengusir Saridin dari Kudus. Saridin lari kemudian dikejar Sunan Kudus dan murid yang lain. Diperjalanan mengejar Saridin, Sunan Kudus memberi nama sebuah tempat dengan nama desa Tanggulangin.
Saridin kembali berada di dalam hutan. Dia menangis menghadapi cobaan yang dirasa terlalu berat, terlebih Saridin juga harus jauh dari istri dan anak yang sangan disayanginya. Karena merasa putus asa, Saridin hendak bunuh diri. Secara tiba-tiba Sunan Kalijaga datang menghampiri Saridin. Saridin diperintahkan untuk bertapa ngrumbang, yang artinya harus menghanyutkan diri di laut dengan menggunakan dua butir kelapa selama delapan tahun.
Diperjalanan menuju laut untuk menjalankan perintah dari Sunan Kalijaga, Saridin bertemu seorang pedagang legen. Saridin ditawari untuk minum. Saridin meminum legen dari pedagang tersebut hingga habis. Saat diminta untuk membayar, Saridin memasukkan daun ke dalam bumbung (batang bambu) wadah dari legen,  kemudian pergi. Pedagang legen merasa ditipu. Pedagang legen marah dan mengumpat sambil berjalan pulang menuju rumahnya.
Setelah sampai di rumah, pedagang legen menceritakan kejadian yang menimpa kepada istrinya. Mendengar penuturan suaminya, sang istri marah dan meraih bumbung wadah legen untuk memukul suaminya, namun ajaib, wadah legen yang sebelumnya diisi Saridin dengan dedaunan ternyata isinya telah berubah menjadi emas, permata, juga bermacam perhiasan berharga lainnya. Pedagang legen dan istrinya merasa heran juga bersyukur atas karunia yang diterimanya. Mereka juga tidak jadi bertengkar.  Tidak lama kemudian datang Saridin untuk meminta dua butir kelapa yang akan dipergunakan untuk bertapa ngrumbang. Setelah diberi dua butir kelapa yang diminta, Saridin berangkat dan meminta do’a kepada pedagang legen dan istrinya. 
Setelah sampai di laut, saridin memulai pertapaanya. Saat akan masuk ke laut untuk mulai bertapa, Saridin melihat bayangan dari Sunan Kalijaga. Saridin merasa tenang karena masih di jangkung (diperhatikan dan dijaga dari kejauhan) oleh Sunan Kalijaga. Karena itu Saridin mengganti namanya menjadi Jangkung.




BERSAMBUNG.........



*) Narasumber :
 SUWITO (AGIL SUWITO) menyampaikan cerita secara tutur berdasarkan pengalaman (ng)gedong/main tobong di wilayah Pati Jawa tengah.








SULABI memberikan cerita tertulis per adegan berdasarkan pengalaman (ng)gedong/main tobong di wilayah Pati Jawa tengah.















Sumber gambar ilustrasi :
http://carapik.blogspot.co.id/2013/01/saridin.html

4 komentar:

  1. Syekh Jangkung salah satu tokoh yang terkenal di wilayah Pati, Jawa Tengah dan sekitarnya. beliau dipercaya hidup pada jaman para wali sanga. Beliau dikenal sebagai salah satu tokoh penyebar agama Islam. sedangkan cerita yang saya tulis ini berdasarkan cerita yang sering dipentaskan oleh ketoprak dan ludruk gedongan jaman dulu. tentang kebenaran keberadaan tokoh ini, ataupun jika memang tokoh ini ada, bagaimana kisah kehidupannya. dipelukan pembuktian lebih lanjut.

    BalasHapus
  2. kalau mungkin membutuhkan referensi tentang tokoh ini bisa kunjungi di http://www.merdeka.com/peristiwa/mitos-syekh-jangkung-jejak-paranormal-di-pati.html
    walaupun mungkin di situs tersebut tidak ada pembuktian yang jelas

    BalasHapus